03Mar
Surabaya sudah lama tak saya dengar kabarnya. Malah, saya lebih sering mendengar kota kecil tetangganya, Sidoarjo, yang sedang terkena musibah. Saya sendiri terakhir kali ke Surabaya kira-kira tahun 1996an, saat menjemput bapak saya yang pulang haji (wah, baru sadar kalau itu sudah 10 tahun!!!).
Antara 1990-1993, saya sering ke Surabaya, ya sekedar jalan-jalan ke rumah paman saya, atau karena sekedar mampir dari Jember. Tetapi "kontak" saya dengan Surabaya sangat intens justru sebelum tahun 1990. Saat saya masih di Tsanawiyah, saya sering mendengarkan radio-radio yang dipancarkan dari Surabaya untuk mendapatkan episode terbaru sandiwara radio. Maklum, kalau mendengarkan radio lokal bisa selisih 1-2 episode.
Tetapi, yang paling sering saya dengarkan sesungguhnya adalah acara "Trio Borulo" di Radio Suzzana (Am 1416[?]... Radio Suzanna... begitu kalau nggak sala jinggle-nya). Acara ini diudarakan secara live pada jam-jam siang (kayaknya sih jam 3-5 sore tepatnya).
Kalau yang tidak kenal acara ini, mungkin Anda pernah tahu "Mbah Wonokairun" atau boneka centil Suzan. Mbah Wonokairun adalah salah satu karakter yang ada di acara "Trio Borulo" ini dan kemudian menasional pada tahun 1980an lewat paket acara yang disponsori obat flu Mixagrip dan Enggran.
Nah, di buku yang saya temukan inilah saya diingatkan kembali dengan Kaisar Voctorio.
Oh. Dia memang jago nglucu dengan semua karakter yang dia mainkan, mulai dari Wan Abud yang orang Arab (karakter yang dibajak oleh Wan Abud komedian yang bermain dengan Doyok dan Kadir), Brodin yang orang Madura, Mbah Wono Kairun yang tua-tua keladi, dan juga satu lagi karakter China (aduh, lupa aku namanya).
Menurut buku ini, pernah suatu ketika ada rombongan orang-orang Arab Ampel yang datang ke radio Suzzana untuk memprotes Wan Abud itu. Orang-orang Arab itu pun ditemui oleh Ahmad Afandi, yang mereka kenal baik, dan ia berjanji untuk mempertemukan mereka dengan Wan Abud.
Karena sudah waktunya siaran, Bung Kaisar pun kembali ke ruangannya. Setelah mengucapkan salam sambutan dan terimakasih atas kunjungan warga Ampel itu, Afandi pun segera memerankan dirinya dengan suara Wan Abud... Begitu mereka tahu bahwa Wan Abud tidak lain adalah Kaisar Victorio, mereka pun ngakak dan tahu kalau dikerjai.
Ada juga crita tentang rombongan bis yang datang jauh-jauh dari pelosok Probolinggo ke Radio Suzzana hanya untuk bertemu dengan Mbah Wonokairun.
Yang lebih heboh lagi adalah pada tahun 2001. Di bulan Juni, kalau saya nggak salah, Kaisar Victorio mengumumkan bahwa acara Trio Borulo yang sudah mengudara puluhan tahun itu akan dihentikan dan akan diganti dengan acara musik rock. Demi mendengar berita ini, ratusan penggemar segera menelpon radio Suzana, diantaranya ada yang sambil marah mengatakan, "Apa Radio Suzanna sudah nggak punya duit untuk membiayai acara itu? Biar kami yang bayar".
Kalau Agus Wahyudi, penulis buku ini, memasukkan nama Kaisar Voictorio di antara 21 orang Surabaya yang berpengaruh, Bung Kaisar memang pantas mendapatkannya. Saya kira tidak ada penyiar radio di Indonesia yang lebih terkenal daripada Mbah Wonokairun ini. Kangen rasanya untuk mendengarkannya kembali suaranya...
Kata kawan saya yang masih keturunan Arab itu, ibunya ngefans berat sama Kaisar Victorio. Hampir tiap hari tak pernah melewatkan siaran Kaisar di Radio Suzana. Acara favoritnya Trio Bu-Ru-Lo. Nama acara itu adalah kependekan dari (Bu)nali, (Ru)kem, (Lo)mot. Semuanya dicomot dari figur-figur yang amat khas di Surabaya. Bunali adalah sosok njawani (rakyat kebanyakan/sederhana). Rukem digambarkan seperti buah rukem yang hitam. Dan, Lomot atau lumut yang menggambarkan manusia yang licin.
Dalam perjalanannya, Kaisar dibantu Ria Enes. Dia seorang presenter berbakat nan centil. Namanya meroket karena bisa membawakan karakter boneka yang diberi nama Suzan. Ria memerankan (Ru)kmini, sehingga tak perlu menambahi kependekan baru dalam nama acara itu. Beberapa waktu kemudian, posisi Ria digantikan Nungki, yang sukses membakan acara Mak Bongki, penyihir humoris di JTV. Nungki mengisi posisi Ria Enes dengan tokoh (Ru)kayah.
Trio Bu-Ru-Lu ini sangat fenomenal. Bahkan, tak berlebihan menyebutnya sangat spektakuler. Paling tidak untuk ukuran paket siaran radio. Pasalnya, acara ini bertahan dan dicintai penggemarnya selama 25 tahun, persisnya 1979-2004. Kaisar Victorio
Acara ini bercerita tentang celotehan dari berbagai karakter anak manusia. Kadang berisi parodi, satire, juga kritik sosial. Namun yang disampaikan selalu dalam kerangka humor. Maka, tak salah bila ibu kawan saya tadi menjadi penggemar setianya. Ia tak pernah melewatkan acara Trio Bu-Ru-Lo ini. Acap, kawan saya itu memergoki ibunya tertawa sendiri mendengarkan acara ini.
Dalam Trio Bu-Ru-Lo masih ada tokoh lain yang juga diperankan Kaisar. Antara lain Wong Li Hai (Wong=orang, Lihai=pintar), untuk mewakili etnis China. Wan Abud mewakili etnis Arab. Brodin, orang Madura yang punya semangat untuk maju dengan keterbatasan dan kenaifannya. Joko Bodo, karakter manusia yang bodoh dan kerap membuat kesalahan.
Satu lagi, Mbah Wono Kairun yang menjadi master key. Wono Kairun dilukiskan sebagai seorang tua renta yang selalu ingin terlibat urusan oarang lain. Dia digambarkan punya wajah jelek, kempong perot, bungkuk, kalau ngomong sekujur tubuhnya gemetar. Wono Kairun ini yang jadi bahan gojlok-gojlokan.
“Saya sengaja memadukan karakter semua tokoh itu agar bisa merangkul banyak segmen pendegar, istilahnya multietnislah,” begitu kata Kaisar.
Banyak cerita kocak mengalir dari Trio Bu-Ru-Lo. Salah satunya cerita tentang Brodin yang takut disunat/dikhitan. Berikut narasi yang dibawakan Kaisar:
“Sesuai hasil penelitian WHO, sunat atau khitan sangat bermanfaat bagi manusia. Selain berguna bagi alat reproduksi, sunat sangat dianjurkan oleh agama. Tapi, Joko Bodo ternyata orang takut disunat. Padahal usianya sudah dua puluh tahun.
Suatu ketika, Joko Bodo naksir sama tetangganya, namanya Atun. Ia kepingin sekali menikahi Atun. Keinginan itu disampaikan emaknya. Kata emaknya, silakan kamu kawin asal syaratnya harus disunat dulu.
Joko Bodo mau tak mau harus menerima sarat itu. Tapi, ia juga mengajukan syarat lain. Apa itu? Katanya, kalau disunat ia harus dipangku embahnya, Wono Kairun.
Maka, berangkatkan Joko Bodo bersama Mbah Wono Kairun menemui seorang calak asal Madura, namanya Brodin. Ketika sampai di rumah Brodin, Joko Bodo tiba-tiba berniat membatalkan untuk disunat. Gara-garanya, di rumah Brodin itu ia melihat banyak senjata tajam, seperti clurit, gobang, dan pisau penghabisan.
Untuknya Mbah Wono Kairun berhasil mencegahnya. Kata si embah, kamu disunat bukan pakai itu, Mbah Wono Kairun menunjuk senjata tajam dan ditempelkan di dinding rumah Brodin. Tapi dengan gunting. Nggak sakit kok, seperti digigit semut. Begitu kata Mbah Wono Kairun lagi.
Joko Bodo pun akhirnya mengerti. Brodin kemudian menjalankan tugasnya. Tapi, kali ini Brodin mengalami kesulitan. Gara-garanya anunya Joko Bodo mengkerat. Tapi Brodin tidak putus asa. Ia pun sekuat tenaga. Dan cres…
Anehnya saat itu, Joko hanya terdiam. Sementara Brodin makin bingung karena Mbah Wono Kairun yang justru menjerit sekuat tenaga, “Aduhh…. Entek barangku….”
“Begitu klimaks saya langsung putar lagu. Saya sengaja tak menjelaskan lebih jauh. Karena kalau klimaks ditambahi klimaks jadinya nggak lucu lagi,” yakin Kaisar.
Petikan cerita tadi merupakan salah satu dari ribuan cerita yang dibuat Kaisar. “Nggak ngitung jumlahnya. Mungkin sudah seribu lebihlah, karena sudah dua puluh lima tahun,” sambung pria yang sering memakai topi ini.
***
Bagi Kaisar membuat cerita dengan spontan merupakan pekerjaannya. Dia sendiri sampai sekarang tak pernah tahu, dari mana datangnya inspirasi membuat cerita-cerita lucu. Yang aneh, bila ia menyendiri dan merenung, justru sangat sulit mendapat ide.
Sebaliknya, kalau ia sudah berada di depan mik, justru seperti ada tangan gaib yang membimbingnya untuk menuturkan cerita. “Sampai sekarang saya tidak tahu, kalau sudah di depan mik, seperti ada banyak malaikat yang membantu saya. Saya mengalir begitu saja,” ujar dia, serius.
Boleh percaya boleh tidak, Kaisar tak pernah melakukan persiapan khusus sebelum mengasuh Trio Bu-Ru-Lo. Ia datang ke kantor, duduk di depan mik, lalu mengalirlah celotehnya.
Pernah memang suatu ketika, Kaisar lagi buntu. Cara menyiasatinya, ia putar lagu dulu sambil menunggu datangnya ide. Namun sampai lagu kedua diputar, ia masih belum jua mendapatkan ide. Akhirnya muncul spontan, lakon Sak Anane (apa adanya). Ceritanya ada dua kawan lama bertemu. Sebut saja Feri. Feri berkunjung ke rumah Arif yang jatuh miskin. Datang dari jauh, Feri berceloteh kok tamu tidak diberi hidangan apa pun. Makanan tak punya, kue juga tak ada. Setelah ditanya,” Lha yang ada rumahmu apa?” Agus menjawab hanya ada istrinya. Dengan guyonan, Feri minta istrinya yang ‘dihidangkan’…
“Ya namanya sak anane, saya ngomong apa adanya yang saya bayangkan saat itu,” tukas dia.
Toh begitu, cerita sederhana itu sudah membuat banyak orang tertawa. Ini sesuai dengan motto dia dalam menghibur yang kerap disampaikan dengan bahasa Tiongkok. Fan-Nao Jhi-Pa Fung-Ce Lai Ya.
“Mau tahu artinnya Ibu-Ibu,” pancing Kaisar di depan mik,” Ya itu artinya stres hilang, gila datang…”
“Lha bagaimana nggak ‘gila’, ada yang lapor saya kalau lihat ibunya ngakak sendiri mendengarkan siaran Trio Bu-Ru-Lo,” ucap Kaisar lalu tersenyum.
***
Sejak Kaisar mengasuh Trio Bu-Ru-Lo, banyak sekali peristiwa menggelikan terjadi. Kaisar pernah ‘digeruduk’ penggemarnya dari Pasuruan yang datang ke Radio Suzana. Mereka datang rombongan membawa bus. Tujuannya hanya satu, ingin melihat wajah Mbah Wono Kairun.
Kebetulan saat itu, Kaisar yang menemui mereka. Setelah ditanya alasannya sampai datang jauh-jauh, mereka menjawab sangat kasihan dengan Wono Kairun. “Kok ada orang yang tega mengerjai orang yang sudah tua renta,” begitu kata Kaisar menirukan ucapan penggemarnya. Kaisar diam saja mendengar keinginan penggemarnya itu. Dia berjanji akan mempertemukan mereka dengan Wono Kairun. “Sabar ya, sebentar lagi Mbah Wono Kairun datang,” timpal Kaisar yang mengaku batinnya sedang cekikikan.
Ketika siaran dimulai, para pendengar mulai merasakan ada yang janggal. Karena mereka mendengar suara Wono Kairun. Tapi di studio kok, eh.. yang dimaksud Wono Kairun itu adalah Kaisar sendiri. Ya, Kaisar alias Wono Kairun yang menemui mereka tadi. Mereka tahu karena ruang siaran Radio Suzana hanya disekat kaca, yang bisa dilihat dari luar.
Ada lagi protes dari sejumlah warga keturunan Arab yang bermukim di sekitar Masjid Sunan Ampel. Mereka juga datang ke Radio Suzana, menjelang siaran Trio Bu-Ru-Lo. Mereka merasa tersinggung dengan Wan Abud, sosok pria keturunan Arab.
Mulanya, mereka menyapa akrab tatkala ketemu Kaisar. Kaisar sendiri memang kenal dekat orang-orang yang protes itu. Sebab, ia lama tinggal di Nyamplungan, kampung yang hanya beberapa meter dari Masjid Ampel.
“Tafadol, tafadhol,” begitu sapa Kaisar menyikapan mereka duduk.
“Ana tersinggung dengan Wan Abud itu, kurang ajar sekali,” ujar salah seorang keturunan Arab kepada Kaisar.
Mendengar itu, Kaisar hanya tersenyum. Ia tak memberikan reaksi sedikit pun, kecuali kata “Oh, ya.”
“Saya ingin ketemui dengan Wan Abud itu,” sela seorang lagi.
“Ya nanti kan ketemu orangnya. Tunggu saja di sini,” tutur Kaisar yang merasa
bakal tak bisa mengelak karena bakal ketahuan identitasnya.
Sejurus kemudian, Kaisar masuk ruangan studio. Pertama, ia menyampaikan ucapan terima kasih atas kedatangan rekan-rekannya dari Ampel. Salam itu biasa pula ia sampaikan kepada fans maupun temannya yang menyampatkan dolan ke studio.
Lalu, ketika Trio Bu-Ru-Lo dimulai, betapa kagetnya para pria yang rata-rata berbadan kekar tersebut. Eh, yang jadi Wan Abud itu ternyata temannya sendiri, ya si Kaisar. Amarah pun hilang. Giliran mereka jadi terpingkal-pingkal. Kaisar pun di saat jeda siaran malah mendapat pelukan erat dari para pria Arab tersebut.
Yang paling dramatik, saat 1 April 2000. “Mulai hari ini dan seterusnya, acara Trio Bu-Ru-Lo dihentikan dan akan diganti dengan lagu-lagu rock,” ujar Kaisar dalam siaranya.
Usai pengumuman itu, Radio Suzana banjir protes. Ada yang mengutarakannya lewat telepon, ada juga yang datang sendiri ke studio. Isi protesnya macam-macam. “Kok bisa Trio Bu-Ru-Lo dihentikan. Apa Suzana tak punya uang. Kalau itu masalahnya kita siap urunan,” begitu ucap salah seorang penggemar berapi-api.
Dua hari dihentikan, bukan hanya telepon, puluhan orang datang berbondong-bondong ke Radio Suzana. Mereka memprotes kebijakan manajemen Radio Suzana dan menuntut Trio Bu-Ru-Lo ditayangkan kembali.
Melihat itu, Kaisar pun tersenyum sekaligus terharu. Dan setelah dijelaskan penghentian Trio Bu-Ru-Lo hanyalah April Mop alias olok-olok bulan April, para penggemarnya pun tertawa, ada juga yang tersipu. Kaisar, lagi-lagi hanya terkekeh.
***
Penyiar yang banyak menghebohkan penggemarnya ini, sejatinya bernama Achmad Affandi. Lahir di Surabaya, 14 Juni 1946. Ia mengeyam pendidikan di SD Al Khairiyah, kemudian kelas 4 pindah ke SD Al Irsyad. Selain itu dia juga menamatkan pendidikan di SMP Negeri 2 Surabaya dan SMA Negeri 3 Surabaya.
Kaisar tak melanjutkan sampai universitas. Tapi ia mengkau menjadi Rektor Unblak. Apa itu “Universitas ngeblak, buka semua,” katanya lalu terkekeh. Ini pelesetan UT (Universitas Terbuka).
Kedua orang tuanya, H Abdul Rosyid dan Nasichah, adalah tokoh terkemuka diNyamplungan. Bahkan Abdul Rosyid yang sempat cukup lama bermukim di Malaysia adalah tokoh politik yang cukup disegani. Ia tercatat sebagai Ketua Cabang Masyumi di Surabaya.
Achmad Affandi menikahi Helen Safarni yang usianya terpaut tujuh tahun dengannya. Perkawinan mereka berbuah empat orang anak, yakni Hendi Effendi, Afni Royida, Ali Akbar, dan Suzana Indah Agustina.
“Nama anak saya yang terakhir sengaja untuk mengabadikan radio yang berjasa membesarkan saya. Dan dari keempat anak saya, ia yang paling berpotensi punya hobi seperti saya,” tutur Achmad Affandi.
Tahun 1998, Achmad Affandi menjatuhkan terlibat terjun ke politik. Ia pilih Partai Amanat Nasional (PAN) sebagai ladang perjuangan. “Saya larut dengan semangat reformasi. Saya juga ingin perubahan,” tuturnya.
Kiprah Kaisar di PAN sangat menonjol. Hampir di setiap cara penting ia menjadi salah seorang kreator yang cukup sukses mempromosikan partai berlogo matahari terbit itu. Hingga akhirnya ia sangat dekat dengan Amien Rais dan istrinya, Ny Kusnariyati. Dia berhasil anggota DPR RI. Dia sekarang tercatat sebagai anggota Komisi IX.
Julukan Kaisar sebenarnya bermula saat awal-awal ia bergabung dengan Radio Suzana, 1972. Kala itu, Radio Suzana masih belum cukup dikenal. Radio yang berlokasi di Jalan Taman Apsari ini, sajian acaranya banyak didominasi oleh lagu-lagu Tionghoa.
Ketika Achmad Affandi bergabung, yang selalu menyelimuti benaknya adalah bagaiman radio bisa menciptakan interaksi sebanyak-banyaknya dengan pendengar. Kalau hanya membaca surat pendengar, memutar lagu, katanya, itu tak cukup.
Maka, Kaisar mencoba membuat ‘pakem’ yang sedikit membuat orang tergugah untuk ikut mendiskripsikan imajinasimasing-masing. “Yang paling saya yakini saat itu, radio adalah sebagai theatre of mind. Masing-masing pendengarnya tergoda untuk selalu menggambarkan cerita dan wajah tokoh yang dilakonkan,” ujar dia.
Pakem itu kemudian lahir acara yang namanya “Praktek Terang Kerajaan Antah Berantah dari Puncak Gunung Bohong.” Namanya kerajaan, ya tentu ada rajanya. Lantas dicomotlah nama Kaisar Victorio sebagai raja. Harapannya tentu agar raja selalu meraih kejayaaan.
Acara Praktek Terang ini, pelan tapi pasti, mulai diminati penggemar. Beberapa tahun kemudian acara ini menjadi langganan para artis yang datang ke Surabaya untuk mempromosikan diri. Mereka selalu menyempatkan mampir di Suzana untuk dipertmukan Kaisar Victorio di ‘Kerajaan Antah Berantah’.
Sederet artis papan atas Indonesia selalu menyempatkan diri berkunjung ke Suzana. Antara lain; Ikang Fauzi, Vina Panduwinata, Ebiet G Ade, Oddie Agam, Gito Rollies, Doel Sumbang, Silvia Sartje, Ucok AKA Harahap, Nike Ardila, dan masih banyak lagi.
Tahun 1980-an, Kaisar sempat disambangi Setiawan Djodi. Saat itu Djodi mempromosikan Kantata Takwa bersama Iwan Fals, Sawung Jabo, Inisisri, dan Jockey Suryoprayogo.
Biasanya, wawancara dengan artis itu hanya berlangsing setelah jam. Atau paling lam satu jam. Namun bersama Djodi dkk wawancara pun menjadi 1,5 jam lebih. Kaisar sendiri mengaku senang-senang saja. “Sampeyan itu wis sugih, akeh kapale, sik ngeband ae. (Anda sudah kaya, punya banyak kapal, kok masih main band),” gojlok Kaisar kepada Djodi.
Model interaktif yang dikembangkan Kaisar ini bukan hanya diminati kalangan atas. Pernah suatu ketika, Kaisar berdialog dengan seorang pelacur sekaligus germonya. Kala itu, di bulan puasa Ramadhan.
Suguhan dialog pun bukan sekadar humor, tapi juga bermuatan religi. Kaisar bisa tahu banyak soal agama, karena ia cukup lama mengaji baik di sekolah maupun dengan orang tuanya. Bahkan di sela-sela dialog itu pelacur itu sampai sesunggukan.
Masih ada lagi. Yang ini soal ibu rumah tangga yang mengeluh belum dikarunia anak. Obrolan lewat telepon berlangsung bersama Kaisar. Waktu itu, kaisar menanyakan berapa watt lampu yang dipasang di kamar.
Sang ibu menjawab, ” Lima watt.”
Kaisar menyela,” Lha itu persoalannya.
“Energi rumah Anda kurang sekali. Coba Anda pasang lampu seribu watt,” timpal Kaisar.
“Lho kan izin PLN lagi,” sang ibu makin tertarik dengan resep Kaisar.
“Ya nggak apa-apa, izin PLN dulu,” ucap Kaisar lagi.
Sebulan lebih berlalu. Kaisar kemudian dikejutkan dengan telepon sang ibu tadi. Ia memberi kabar gembira. Ia sekarang sudah hampir dua bulan. Ia mengucapkan terima kasih atas resep yang pernah diberikan Kaisar.
Mendegar itu, Kaisar kaget bukan kepalang. “Padahal saya hanya menjawab asal saja. Eh kok malah cocok, ya syukur lah,” katanya. Senyum kembali menghiasi sosok yang di era 2000 dinobatkan entertainer paling laris di Surabaya.
***
Membuat sesuatu yang berbeda, namun renyah. Itulah yang mengiringi perjalanan Kaisar. Ia pun punya semangat belajar yang berkobar-kobar. Daya tangkapnya pun tergolong cepat. Ia juga tak pernah melewatkan melahap buku. Hingga Kaisar terampil menggunakan–baik lisan maupun tulis–Bahasa Arab, Inggris, juga Tionghoa. Sama terampilnya kalau ia menggunakan bahasa Jawa dan Madura.
Dari pengusaan itu, Kaisar banyak menciptakan plesetan. Lakon Sampek Eng Tay yang dikenal, misalnya. Kaisar juga memplesetkan. Sampek adalah tokoh yang tua renta, yakni Mbah Wono Kairun. Dan Eng Tay adalah cewek centil nan muda, diperankan Ria Enes. Jadi umurnya terpaut kira-kira tiga puluh tahun. Mereka pun diceritakan satu sekolah di Madrasah Ibtidaiyah. Acara ini juga mendapat respons luas dari pendengar. Terutama warga keturunan Tionghoa.
Sama halnya ketika kaisar membuat acara Ni Hao Ma (Apa Kabar). Acara ini juga menggunakan dialog bahasa Mandarin. Tiap sore, telepon penggemar tak pernah putus untuk ikutan bergabung.
Dalam memandunya, kaisar tak jarang menyelipkan kata-kata bijak. Seperti; Thie-Sia Wu nan Se Ce Bha yu Sin Ren. Artinya kurang lebih; Di dunia ini tak ada yang tak mungkin, hanya yang ditakutkan, apakah orang itu mau mengerjakannya?
Namun, dasar Kaisar, ia juga tak pernah melewatkan plesetan yang mengocok perut fansnya. Berikut contoh plesetannya (yang dibaca seperti cara membaca di bahasa negara aslinya); istri minggat (bahasa Arab)= mak ku kabur; bayi kembar (Jepang)= muka sama; menawari makanan (Jepang)= kare wak; mobil mogok (Jepang)= goro-goro akine matek; Kebun Binatang (Jepang)=ono ketek; sakit parah (Jepang)= kate matek; bayi nangis (Jepang)=minta tetek sama dengan suami marah (Jepang)= minta tetek.
Yang bahasa Jerman pelesetan juga ada. Contoh, tidur nyeyak= mlunker ngiler. Lalu bahasa Belanda, seperti malam pertama= ndang uthik-en; minum pil= untal-en; habis makam habis minum= glegek-en.
Saat menjadi anggota legislatif, Kaisar berusaha keras menyembunyikan identitasnya. Ia tak ingin orang kenal karena Kaisar Victorio, tapi Achmad Affandi
Tapi upaya itu gagal total. Banyak sesama anggota lain yang berasal dari Jawa Timur, ternyata sangat mengenal Kaisar. “Aku ini penggemar lamamu, Sar,” begitu ucap Effendi Choirie, anggota Fraksi Kebangkitan Bangsa yang juga berasal dari Jawa Timur, seperti ditirukan Kaisar.
Cerita tentang diri Kaisar yang mengalir dari mulut ke mulut anggota legislatif. Dan di setiap hearing pun, tatkala Kaisar memberikan tanggapan ada saja yang menyela, “Sebut bahasa China-ya, Sar..!”
Kaisar pun tak bisa berkutik. Dalam hearing soal kesehatan, Kaisar menyebut slogan Tionghoa yang sangat peduli dengan kesehatan. Cin Gan Ti Yi (sehat itu nomor satu). Namun pada kemudian ia menyitir plesetan, …”Pi Siang Long =mimpi di siang bolong.”
Kesan mendalam terhadap diri Kaisar di mata penggemarnya tak luntur, meski ia telah menjabat sebagai legislator. Kala masa reses, Kaisar biasanya melakukan turba ke daerah, di antaranya Trenggalek, Tulunggagung, dan Kediri. Ketika melakukan sosialisasi sebagai bagian dari kegiatan reses, masyarakat terkesan adem ayem karena ia memperkenalkan diri dengan nama Achmad Affandi. Namun, ketika disinggung kalau ia adalah Kaisar Victorio, antusiasme masyarakat langsung meninggi. Jadinya, ia pun ‘ditodong’ untuk melakonkan Mbah Wono Karun, Wan Abud, atau Brodin lagi.
Kaisar, tentu saja, tak bisa mengelak. “Yang penting pesan dari program-program yang saya bawa bisa diterima. Itung-itung sekalian sambil menjaga olah vokal,” katanya.
Jadi legislator memang tak seabadi jadi Wono Kairun.(*)
Category Sketsa Tokoh |
Dia adalah penyiar kawakan Radio Suzana. Di dunia radio di Surabaya, nama Kaisar Victorio bisa diibaratkan dengan Kyai Sepuh. Radio Suzana digawangi Kaisar Victorio dari 1972-2003, menjadi radio nomor satu di kota Surabaya. Saat itu Survei Research Indonesia (SRI) mencatat jumlah pendengar Radio Suzana mencapai sekitar 1,5 juta orang. Gelar radio nomor satu di Surabaya itu ditorehkan selama 10 tahun. Dari tahun 1980-an sampai 1990.
Acara paling favorit Trio Bu-Ru-Lu yang digagas Victorio masih tetap disiarkan, namun ketika pemeran cerita komedi yang diperankan dirinya diganti, rupanya tak memikat pendengarnya.
“Ya.. saya nggak tahu, penyiar yang menggantikan saya itu apa bisa memerankan empat aktor. Karena dalam Trio Bu-Ru-Lu itu saya bisa memainkan empat karakater suara, yaitu Wong Li Hai, Wan Abud, Brodin, Wono Kairun,” kata Victorio.
Dia memaparkan, Wong Li Hai adalah plesetan dari wong=orang dan lihai=pintar. Karakter ini pandai berbahasa Cina. Sedangkan, Wan Abud yang berdialek Indonesia gaya Arab, Brodin dengan aksen bahasa Madura, dan karakter Wono Kairun adalah karakter dengan suara kakek-kakek.
Victorio meyakini, konsep humor yang pernah membawa kejayaan Radio Suzana di era 1980-1990-an dan itu tak akan mati bersaing dengan hadirnya radio-radio baru di Surabaya. Sejumlah radio yang bersaing merebut simpati pendengar saat ini, menurut dia, trend-nya menyuguhkan news yang bersifat formal.
“Padahal news itu kan nggak harus formal. Tapi bisa dikemas dengan gaya cerita humor, menggelitik dan tajam,” kata Victorio.
Dia juga menegaskan bahwa perkembangan radio kedepan akan mengarah kepada radio informasi. Jadi tak sebatas menjadi media hiburan. Radio seharusnya mengikuti segala perkembangan yang ada.
"Perkembangan dunia internet, baik fenomena facebook dan twitter harus diikuti oleh radio. Radio tak hanya bisa mengandalkan hiburan," jelas Victorio.
Mengenai radio dari sisi bisnis. Dia mengakui memang semakin banyak radio yang kesulitan menggalang iklan. Untuk persoalan ini, Victorio mengatakan bahwa program radio harus diperkuat. "Setiap siaran harus direncanakan dengan matang. Jangan asal-asalan. Mulai dari persiapan teknis maupun konsep programnya harus dimatangkan. Baru siaran. Dengan begitu penggemar akan merapat," papar Victorio.
"Meskipun beberapa radio banyak yang mulai kesulitan menggalang iklan. Hal ini bisa disiasati dengan subsidi silang dari jejaring radio yang masih satu grup," jelasnya.
Sejak tiga bulan yang lalu, Victorio kembali melakukan siaran di Radio Suzana dan dia ingin menunjukkan bahwa berita bisa disampaikan dengan humor. Sebelumnya, dia sempat berkecimpung dalam dunia politik, tepatnya pada medio 1998-2004. Saat itu Amien Rais sebagai Ketua Partai Amanat Nasional (PAN) pun melirik Victorio untuk menjadi calon legislatif (caleg).
Disamping matang di panggung radio dan politik, Victorio bisa menjadi sumber untuk mendulang filosofi dan wawasan budaya internasional. Dia tak hanya menguasai bahasa Inggris, namun bahasa Mandarin juga dikuasainya, lengkap dengan filsafat budaya-budaya itu.
"Sekali tembak dua burung kena. Peribahasa China ini bisa dipegang untuk kerja efektif. Lebih penting lagi bagaimana kongkritnya. Jangan hanya omong melulu," pesannya. bsn3