Radar Surabaya 12 Desember 2010
KAISAR VICTORIO |
Sudah cukup lama Achmad Affandi bergelut dengan radio. Arek Suroboyo ini sukses melahirkan tokoh-tokoh fiktif yang populer di Radio Suzana Surabaya. Sebut saja Bunali, Kaisar, Wono Kairun, Brodin, Selleh, Wan Abud, Tee Ing Han, Joko Bodo, hingga Bun Ke Ke. Figur-figur fiktif itu sempat menghilang selama lima tahun gara-gara Kaisar Victorio -- sapaan akrab Achmad Affandi -- terpilih sebagai anggota DPR RI (2004-2009).
LENGSER sebagai anggota DPR RI, Achmad Affandi kembali ke habitat aslinya di Radio Suzana, Jalan Wali Kota Mustajab 62 Surabaya. Dan figur-figur lawas itu pun kembali menghiasi udara Surabaya. Di sela-sela memandu acara Trio Burulu, kemarin (11/12/2010), Achmad Affandi melayani Radar Surabaya untuk wawancara khusus. Berikut petikannya:
Bung Kaisar, Anda berkarir sebagai penyiar radio selama puluhan tahun, kemudian jadi anggota DPR RI. Mengapa balik lagi ke radio?
Ini permintaan dari masyarakat. Mereka rame-rame mengirim SMS dan meminta saya kembali. Saya juga ditelepon oleh bosnya Radio Suzana, tolong bantuin! Yah, saya bantu aja. Jadi, saya ini bukan datang untuk kerja lagi, tapi hanya membantu radio yang telah membesarkan saya. Radio Suzana sudah menjadi bagian dari hidup saya.
Bagi saya, pertama, kerja seperti ini menjadi hiburan bagi diri saya sendiri. Kedua, saya bisa membagikan ilmu untuk orang lain. Ini amal. Menghibur orang itu ada pahalanya lho! Menghibur satu orang saja ada pahalanya. Lha, kalau saya menghibur ratusan ribu orang, berapa pahala itu? Allah akan memberikan barokah-Nya.
Selama menjadi anggota dewan, otomatis program unggulan Anda ikut tergerus. Apakah Anda bisa mengembalikan penggemar Anda?
Alhamdulillah, sudah banyak penggemar yang kembali. Greget acara-acara kami naik lagi. Tapi kita kan perlu waktu untuk mengembalikan posisi seperti dulu. Pendengar itu, bagi saya, adalah konstituen yang harus dirawat. Pendengar itu aset. Ya, pendengar lama dan keluarganya. Jadi, selalu ada regenerasi pendengar.
Bukankah tren radio terus berubah, begitu juga selera massa? Apakah Anda bisa menjaga popularitas program Anda?
Gak masalah. No problem. Yang penting, bagaimana sebuah program itu menarik dan menghibur. Yang pertama itu menghibur dulu. Kalau orang sudah terhibur, pasti akan menarik.
Bagaimana Anda melihat perkembangan radio sekarang?
Radio-radio sekarang sudah kehilangan ciri khas. Banyak yang plagiat, menjiplak program radio lain. Ketika trennya news, news semua. Ketika koplo ngetren, koplo semua.. Sejak saya masuk ke Radio Suzana dulu, saya ingin menciptakan program-program agar Suzana ini beda dengan yang lain. Dan, insyaallah, program-program itu tidak bisa ditiru pihak lain.
Selama 30 tahun lebih, Radio Suzana ini terkenal karena punya ciri. Ada Trio Burulu, Kaisar, Wono Kairun, bahasa kocak, dan sebagainya. Itu sudah trade mark. Brand image-nya sudah di situ. Kalau kita ubah, maka masyarakat akan lari. Apa bedanya dengan radio lain?
Pendengar mencari sesuatu yang beda, yang memasyarakat. Nah, ini kan hiburan untuk rakyat kecil. Mereka butuh hiburan ringan. Di mana sih radio di Surabaya yang mengadakan acara seperti ini? Tidak ada.
Tapi acara-acara populer itu kan identik dengan Kaisar. Ketika Anda pindah ke Jakarta, acara-acara itu kehilangan greget?
Yah, itu risiko. Ketika saya akan berangkat ke Jakarta, saya sudah pamitan di udara berkali-kali. Saya juga bilang bahwa suatu saat saya kembali. Saya jadi anggota DPR RI itu kan demi pengabdian kepada negara. Maka, penggemar saya dengan sedih dan bangga melepaskan saya. Now, Kaisar is back!
Jangan-jangan setelah lengser jadi anggota dewan, Anda terkena post power syndrome?
Hehehe... Kata-kata post power syndrome itu tidak ada dalam kamus saya. Sebab, saya memang banyak belajar dari sisi agama, filosofi... bahwa hidup itu mengalir. Grafiknya hidup memang naik turun, up and down. Jadi, biasa kalau saya dari Senayan kembali lagi ke sini. Hidup manusia itu ada siklus: lahir, dewasa, tua, sakit, kemudian mati. Ini hukum alam, sunatullah, sudah ketentuan Tuhan.
Kita harus menyadari itu, kemudian mengukur diri kita. Kita ini siapa. Kemampuan kita apa. Apa yang pernah kita berikan buat orang lain. Terus, apa yang akan kita berikan berikutnya. Jangan kita memaksa diri, melakukan sesuatu di luar kemampuan. Itu namanya utopia. Bahasa Mandarinnya: Pi Si Ang Long. Mimpi siang bolong! Hehehe... Kita harus optimis. (rek)
KAISAR DI GREAT WALL - TIONGKOK |
Penguasa Negeri Antah Berantah
JULUKAN Kaisar Victorio bermula saat awal-awal Achmad Affandi bergabung dengan Radio Suzana pada 1972. Kala itu, Radio Suzana masih belum cukup dikenal. Radio yang dulunya berlokasi di Jalan Taman Apsari 7 Surabaya ini lebih banyak memutar lagu-lagu Tionghoa.
Ketika bergabung, Achmad Affandi berpikir keras bagaimana radio bisa menjalin interaksi sebanyak-banyaknya dengan pendengar. Kalau hanya membaca surat pendengar, memutar lagu, kata dia, itu tak cukup.
Maka, Achmad Affandi pun mencoba menciptakan acara yang sedikit membuat orang tergugah untuk ikut menggambarkan imajinasi masing-masing. “Saya paling yakin bahwa radio adalah theatre of mind. Masing-masing pendengar tergoda untuk selalu menggambarkan cerita dan wajah tokoh yang dilakonkan,” ujar ayah empat anak ini.
Maka, lahirlah acara Praktek Terang Kerajaan Antah Berantah dari Puncak Gunung Bohong. Namanya kerajaan, ya, tentu ada rajanya. Lantas, dicomotlah nama Kaisar Victorio sebagai raja. Harapannya, tentu agar raja selalu meraih kejayaaan.
Acara Praktek Terang, pelan tapi pasti, mulai diminati penggemar di Surabaya, bahkan kota-kota lain di Jawa Timur. Kaisar setiap sore membahas masalah-masalah sepele, tapi penting, yang ada di masyarakat. Rasan-rasan di kampung-kampung ini diangkat untuk didiskusikan di udara. Kaisar Victorio alias Achmad Affandi berperan layaknya moderator sebuah diskusi interaktif.
Pekan lalu, misalnya, Praktek Terang antara lain membahas mitos rumah tusuk sate dan kebiasaan ‘memancing anak’. Pasangan suami-istri yang lama tak dikarunia momongan biasanya mengangkat seorang bayi dengan harapan lekas hamil. “Anak kok dipancing dengan anak? Kelihatannya nggak logis, nggak masuk akal, tapi sering dilakukan di masyarakat,” pancing Kaisar.
Pancingan Kaisar biasanya cukup manjur. Tak lama kemudian, telepon pun berdering. Pendengar Suzana seakan berlomba berbagi pengalaman atau berkomentar tentang topik yang dilempar sang Kaisar.
Kaisar optimistis Praktek Terang yang sudah dilakoninya selama empat dekade ini akan tetap disukai pendengar meski sempat absen ketika dia aktif menjadi anggota DPR RI di Senayan. Alasannya, acara macam ini tak ada di radio-radio mana pun di tanah air.
Ihwal studio Suzana FM yang kian sempit di Jalan Wali Kota Mustajab 62, berbeda dengan studio lama di Taman Apsari yang lapang, Kaisar tak mempersoalkannya. Toh, dia tetap bisa berkreasi dengan leluasa.
“Ingat, kerajaan saya itu ada di udara. Mau studionya di Taman Apsari, Wali Kota Mustajab, atau tempat lain nggak masalah,” tegasnya. (*)
Wono Kairun Paling Beken
DARI sekian banyak figur imajiner ciptaan Achmad Affandi, Wono Kairun tergolong paling beken. Si Mbah ini diciptakan pada 1975. Ketika itu, acara Trio Burulu (Bunali, Rukem, Lumut) membutuhkan figur seorang kakek tua yang cerewet, usil, dan suka ikut campur urusan orang lain.
Wono Kairun digambarkan memakai kain sarung yang sering melorot karena tidak disabuki. Suka batuk-batuk sehingga mengganggu lawan bicaranya. Gigi ompong, kepala botak, hanya tinggal dua helai rambut di kepala.
“Usia Wono Kairun ini 80-an tahun, belum pernah menikah. Tua-tua keladi, sok muda, sok gaya, tapi tidak berdaya,” tutur Kaisar Victorio, sapaan akrab Achmad Affandi.
Figur-figur fiktif ini kerap merepotkan si penciptanya bila sedang beraksi di acara Trio Burulu. Sebab, Kaisar harus berkali kali mengubah karakter vokal. “Apalagi, kalau suara-suara itu saling berdialog,” katanya.
Sejumlah seniman komedi Jawa Timur sering nimbrung mendampingi Wono Kairun cs sebagai bintang tamu. Di antaranya, Paimo, Harry Koko, Sussi Sunaryo, Sokran, hingga Roy Markun.
“Sayang, mereka telah meninggalkan kita semua. Saat ini seniman ludruk yang masih aktif sebagai bintang tamu adalah Sapari dan Jhuss,” papar Kaisar. (*)
0 komentar:
Posting Komentar